Pendahuluan
mengapa Thailand dan Kamboja tidak damai?, Hubungan antara Thailand dan Kamboja telah lama menjadi sorotan dunia internasional. Kedua negara ini dikenal dengan sejarah, budaya, dan agama yang mirip, namun justru sering terlibat dalam ketegangan politik dan sengketa wilayah.
Meski upaya diplomasi terus dilakukan, perdamaian penuh antara keduanya tampak masih sulit terwujud. Mengapa demikian? Mari kita telusuri akar sejarah, faktor geopolitik, dan dinamika sosial yang membuat hubungan dua negara tetangga ini tak kunjung damai.
1. Akar Masalah: Sejarah Panjang Rivalitas
Permusuhan antara Thailand dan Kamboja sebenarnya berakar pada masa kerajaan kuno.
Sejak abad ke-14, Kerajaan Siam (Thailand modern) dan Kerajaan Khmer (Kamboja) bersaing untuk memperebutkan pengaruh di kawasan Indochina.
Salah satu isu terbesar muncul saat Thailand menguasai wilayah-wilayah yang dulunya merupakan bagian dari Kamboja, termasuk daerah sekitar Angkor — pusat kebudayaan Khmer yang legendaris.
Selain itu, sengketa wilayah Preah Vihear menjadi simbol konflik berkepanjangan. Meski Mahkamah Internasional (ICJ) pada tahun 1962 memutuskan bahwa kuil Preah Vihear berada di wilayah Kamboja, masyarakat Thailand tetap merasa tempat itu bagian dari tanah leluhur mereka.
Sentimen nasionalisme inilah yang membuat isu ini sulit mereda hingga sekarang.
2. Konflik Wilayah dan Nasionalisme
Salah satu faktor utama ketegangan adalah nasionalisme tinggi di kedua negara.
Baik Thailand maupun Kamboja memandang identitas nasional mereka dengan sangat kuat, terutama setelah masa kolonial.
Setiap kali isu perbatasan muncul, pemerintah dari kedua pihak cenderung mengambil sikap keras demi mempertahankan dukungan politik dalam negeri.
Contohnya, pada tahun 2008, ketegangan memuncak ketika situs kuil Preah Vihear diakui UNESCO sebagai warisan dunia milik Kamboja.
Keputusan ini memicu protes besar di Thailand, bahkan sempat terjadi bentrokan militer di daerah perbatasan.
Meski kemudian kedua negara menyepakati gencatan senjata, perasaan curiga di antara keduanya masih kuat hingga kini.
3. Pengaruh Politik Dalam Negeri
Selain nasionalisme, situasi politik internal juga berperan besar.
Thailand kerap mengalami perubahan pemerintahan dan kudeta militer, sementara Kamboja berada di bawah kekuasaan Perdana Menteri Hun Sen selama beberapa dekade.
Ketika politik domestik di masing-masing negara memanas, isu perbatasan sering dijadikan alat untuk mengalihkan perhatian publik.
Misalnya, pemerintah di Bangkok bisa menggunakan isu Preah Vihear untuk membangkitkan semangat nasionalisme ketika menghadapi tekanan oposisi. Sebaliknya, Kamboja juga menggunakan isu yang sama untuk memperkuat dukungan rakyat terhadap pemerintahannya.
Akibatnya, perdamaian sejati sering kali tertunda karena kepentingan politik jangka pendek lebih dominan daripada kerja sama jangka panjang.
4. Faktor Ekonomi dan Strategi Regional
Meski kerap bersitegang, Thailand dan Kamboja sebenarnya saling bergantung secara ekonomi.
Thailand menjadi salah satu investor dan mitra dagang terbesar bagi Kamboja, terutama dalam sektor energi, pariwisata, dan konstruksi.
Namun, ketimpangan ekonomi di antara keduanya sering memunculkan rasa ketidakadilan.
Thailand memiliki ekonomi yang jauh lebih kuat, sedangkan Kamboja masih berjuang meningkatkan pendapatan rakyatnya.
Kondisi ini menimbulkan persepsi bahwa Thailand sering “mendikte” hubungan bilateral.
Di sisi lain, peran kekuatan besar seperti Tiongkok dan Amerika Serikat dalam kawasan Asia Tenggara juga memengaruhi arah kebijakan luar negeri kedua negara, sehingga proses rekonsiliasi berjalan lambat.
5. Upaya Perdamaian yang Masih Berlanjut
Walaupun situasinya rumit, kedua negara tidak berhenti berusaha mencapai perdamaian.
Melalui forum ASEAN, Thailand dan Kamboja terus berdialog mengenai kerja sama perbatasan, perdagangan lintas negara, dan keamanan regional.
Selain itu, kerja sama budaya dan pendidikan juga menjadi jembatan penting untuk mempererat hubungan rakyat kedua negara.
Banyak organisasi masyarakat sipil dan lembaga akademik di Bangkok serta Phnom Penh berupaya membangun komunikasi lintas batas melalui kegiatan seni dan sejarah bersama.
Namun, selama isu nasionalisme dan politik domestik belum benar-benar diselesaikan, perdamaian penuh masih menjadi impian yang belum tercapai.
Kesimpulan Mengapa Thailand dan Kamboja Tidak Damai
Ketegangan antara Thailand dan Kamboja bukan sekadar soal perbatasan, melainkan gabungan dari sejarah panjang, nasionalisme, dan kepentingan politik.
Meski keduanya sering berada di sisi yang berlawanan, hubungan mereka tetap terikat oleh budaya, agama, dan ekonomi yang saling melengkapi.
Harapan akan perdamaian sejati masih terbuka — selama kedua negara mau menempatkan masa depan Asia Tenggara di atas ego nasional masing-masing.
Karena pada akhirnya, perdamaian bukan sekadar kesepakatan diplomatik, melainkan kemauan untuk saling memahami dan menghormati perbedaan.

